Bank Indonesia kembali memutuskan untuk tetap
mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 3,50%, suku
bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 4,25% pada Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung tanggal 9-10 Februari
2022. Bank Indonesia telah mempertahankan suku bunga acuan pada level 3,50% selama
1 tahun sejak bulan Februari 2021.
Bank
Indonesia terus menekankan bahwa keputusannya konsisten di tengah inflasi yang
relatif rendah, upaya berkelanjutan untuk menjaga stabilitas nilai tukar di
tengah meningkatnya tekanan eksternal, dan di saat yang sama memberikan
dukungan terhadap proses pemilihan ekonomi nasional untuk kembali ke tingkat
pertumbuhan sebelum terjadinya pandemi. Pada RDG bulan Februari 2022, Bank
Indonesia belum mengindikasikan akan menaikkan suku bunga acuan (BI7DRRR) dalam
waktu dekat walaupun Bank Indonesia telah memperkirakan Fed Fund Rate
(FFR) akan naik 4 kali pada tahun 2022 dan akan dimulai pada akhir Maret.
Grafik 1. Pergerakan
suku bunga acuan BI dan the Fed Jan 2000 –
Feb 2022
Sumber: BI, Bloomberg
Pada
RDG bulan ini, Bank Indonesia kembali mempertegas normalisasi likuiditas
dilakukan dengan menaikkan secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah Bank
Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah. Kebijakan yang bertahap ini dilakukan
untuk dapat memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan
kepada dunia usaha dan persyaratan cadangan untuk industri perbankan. Pemenuhan
GWM pada Bank Umum Konvensional (BUK) maupun Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (BUS dan UUS) dilakukan secara bertahap yaitu pada Maret, Juni, dan
September 2022. Pemenuhan GWM tersebut dilakukan sepenuhnya secara rata-rata,
dan akan mendapatkan remunerasi/pemberian (‘athaya) sebesar 1,5% kepada BUK,
BUS dan UUS yang memenuhi kewajiban GWM dalam Rupiah secara rata-rata dengan
bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan remunerasi /pemberian (‘athaya)
dapat dilihat pada tabel 1 di bawah.
Tabel
1. Penegasan Kenaikan Giro Wajib Minimum
Sumber: BI
Grafik 2 di bawah menunjukkan pergerakan GWM Bank
Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah sejak tahun 2019. Penurunan bertahap
sudah dilakukan sejak tahun 2019 dengan penurunan sebesar 100bps yaitu dari
6,5% menjadi 5,5%. Selanjutnya dalam menghadapi pandemi Covid-19 BI kembali
menurunkan GWM menjadi 3,5% pada bulan Mei 2020. Rencana kenaikan GWM secara
bertahap di tahun 2022 ini pada dasarnya akan mengembalikan posisi GWM ke level
sebelum pandemi.
Grafik 2.
Perubahan Giro Wajib Minimum
Sumber: BI
Selain itu, BI juga melanjutkan bauran kebijakan
makroprudensial akomodatif sepanjang tahun 2022 sebagai upaya menjaga pemulihan
ekonomi nasional. Kebijakan itu meliputi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif
Makroprudential (RPIM), memperkuat kebijakan transparansi suku bunga kredit
(SBDK), serta memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan
pada sektor prioritas dan UMKM serta bank yang memenuhi target RPIM dalam
bentuk pengurangan kewajiban GWM harian sampai 100bps yang mulai berlaku 1
Maret 2022.
IMPLIKASI
KEBIJAKAN
Bank Indonesia memperkirakan pemulihan ekonomi global
pada tahun 2022 masih terus berlanjut, dan diperkirakan mencapai 4,4% pada
tahun 2022. Kondisi ini dipengaruhi antara lain oleh meningkatnya aktivitas
manufaktur, keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat, serta
percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral dengan di
tengah meningkatnya kasus Covid-19 varian Omicron.
Bank Indonesia memperkirakan The Fed akan menaikkan
suku bunga acuannya sebanyak empat kali di tahun 2022, yang akan dimulai pada
bulan Maret. Menghadapi kemungkinan bank sentral global akan melakukan Quantitative
Tightening yang lebih cepat dari perkiraan semula, pada RDG bulan Februari
2022 BI masih menempatkan kebijakan suku bunga sebagai senjata terakhir dan
memilih menggunakan kebijakan lain yang akan dipakai untuk menjaga kestabilan
likuiditas.
Grafik
3. Pergerakan suku bunga acuan BI dan The Fed, Inflasi Indonesia dan Rupiah,
Jan 2013-Feb 2022
Sumber: BI, BPS, Bloomberg
Inflasi domestik belum akan meningkat secara signifikan sehingga belum akan menjadi pendorong kenaikan suku bunga acuan BI. Dengan inflasi domestik yang masih terjaga pada koridor targetnya, maka faktor pendorong kenaikan suku bunga acuan BI adalah penguatan US Dollar atau pelemahan rupiah ketika The Fed mulai menaikkan suku bunga acuannya pada Maret 2022. Sehingga jika sebelumnya kami perkirakan suku bunga acuan BI akan naik pada semester II 2022, dengan kondisi ini bisa saja suku bunga acuan BI sudah naik minimal 25bps pada Semester I 2022.